Koperasi di Indonesia pada saat
sekarang ini sedang mengalami yang namanya depresiasi atau dengan nama lain
tidak berkembang, malah melainkan menyusut. Banyak hal yang menyebabkan sulit
berkembangnya koperasi di Indonesia, diantaranya adalah
1
Manajemen pengelolaan yang kurang profesional
Manajemen
koperasi yang kurang berkembang diantaranya disebabkan oleh kurang apiknya
pengelolaan oleh sumber daya manusia yang kurang begitu kompeten dalam
menghadapi kemajuan zaman dan teknologi. Manusia sekarang memang kurang
memahami apa arti manajemen itu sendiri, oleh karnanya hampir dalam segala
aspek dan bidang terutama koperasi tidak dapat terorganisir antara pekerjaan
yang satu dengan yang lain, serta kurang terorganisir juga hubungan antara
atasan dengan anggota dibawahnya. Solusi yang tepat dalam menangani masalah ini
adalah dengan cara lebih memerhatikan para anggota dalam melakukan segala
tindak pekerjaannya, serta dengan cara memberikan penyuluhan secara rutin
kepada anggota pada kurun waktu yang sama.
2
Demokrasi ekonomi yang kurang
Dalam
arti kata demokrasi ekonomi yang kurang ini dapat diartikan bahwa masih ada
banyak koperasi yang tidak diberikan keleluasaan dalam menjalankan setiap
tindakannya. Setiap koperasi seharusnya dapat secara leluasa memberikan
pelayanan terhadap masyarakat, karena koperasi sangat membantu meningkatkan
tingkat kesejahteraan rakyat oleh segala jasa – jasa yang diberikan, tetapi hal
tersebut sangat jauh dari apa ayang kita piirkan. Keleluasaan yang dilakukan
oleh badan koperasi masih sangat minim, dapat dicontohkan bahwa KUD tidak dapat
memberikan pinjaman terhadap masyarakat dalam memberikan pinjaman, untuk usaha
masyarakat itu sendiri tanpa melalui persetujuan oleh tingkat kecamatan dll.
Oleh karena itu seharusnya koperasi diberikan sedikit keleluasaan untuk memberikan
pelayanan terhadap anggotanya secara lebih mudah, tanpa syarat yang sangat
sulit.
3
Kelembagaan koperasi
Sejumlah masalah kelembagaan
koperasi yang memerlukan langkah pemecahan di masa mendatang meliputi hal-hal:
1) Kelembagaan koperasi beum sepenuhnya mendukung gerak pengembangan usaha. Hal
ini disebabkan adanya kekuatan, struktur dan pendekatan pengembangan
kelembagaan yang kurang memadai bagi pengembangan usaha. Mekanismenya belum
dapat dikembangkan secara fleksibel untuk mendukung meluas dan mendalamnya
kegiatan usaha koperasi. Aspek kelembagaan yang banyak dipermasalahahkan antara
lain adalah daerah kerja, model kelembagaan koperasi produksi, koperasi
konsumsi dan koperasi jasa, serta pemusatan koperasi. 2) Alat perlengkapan
organisasi koperasi belum sepenuhnya berfungsi dengan baik. Hal ini antara lain
disebabkan oleh: a) Pengurus dan Badan Pemeriksa (BP) yang terpilih dalam rapat
anggota serta pelaksana usaha pada umumnya tidak memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang memadai, sehingga kurang mampu untuk melaksanakan pengelolaan
organisasi, manajemen dan usaha dengan baik, serta kurang tepat dalam
menanggapi perkembangan nngkungan. b) Mekanisme hubungan dan pembagian kerja
antara Pengurus, Badan Pemeriksa dan Pelaksana Usaha (Manajer) masih belum
berjalan dengan serasi dan saling mengisi. c) Penyelenggaraan RAT koperasi
masih belum dapat dilakukan secara tepat waktu dan dirasakan masih belum
sepenuhnya menampung kesamaan kebutuhan, keinginan dan kepentingan dari pada
anggotanya.
4
Aspek lingkungan
1) Kemauan
politik yang kuat dari amanat GBHN 1999-2004 dalam upaya pengembangan koperasi,
kurang diikuti dengan tindakan-tindakan yang konsisten dan konsekuen dari
seluruh lapisan struktur birokrasi pemerintah.
2) Kuran
adanya keterpaduan dan konsistensi antara program pengembangan koperasi dengan
program pengembangan sub-sektor lain, sehingga program pengembangan sub-sektor
koperasi seolah-olah berjalan sendiri, tanpa dukungan dan partisipasi dari
program pengembangan sektor lainnya.
3) Dirasakan
adanya praktek dunia usaha yang mengesampingkan semangat usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan dan gotong-royong.
4) Masih
adanya sebagian besar masyarakat yang belum memahami dan menghayati pentingnya
berkoperasi sebagai satu pilihan untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan.
5) Sikap
sebagian besar masyarakat di lingkungan masyarakat yang miskin dirasakan masih
sulit untuk diajak berusaha bersama, sehingga di lingkungan semacam itu
kehidupan berkoperasi masih sukar dikembangkan.
6) Sebagai
organisasi yang membawa unsur pembaruan, koperasi sering membawa nilai-nilai
baru yang kadang-kadang kurang sesuai dengan nilai yang dianut oleh masyarakat
yang lemah dan miskin terutama yang berada di pedesaan.
5
Prinsip koperasi Rochdale bagian kerjasama dan sukarela serta terbuka
tidak dijalankan
Kenapa
saya bilang begitu, karena kalau kita lihat koperasi Indonesia bersifat
tertutup dan terjadi pengkotak kotakan. Keanggotaan koperasi hanya berlaku
untuk yang seprofesi, misal koperasi nelayan anggotanya nelayan saja, koperasi
guru anggotanya guru saja. Ini menyebabkan pergerakan koperasi tidak maksimal,
walaupun sudah di bentuk koperasi sekunder tetapi belum mampu menyatukan kerja
sama antar koperasi yang berbeda beda jenis. Misal contohnya koperasi yang
mempunyai swalayan sekarang banyak yang bangkrut karena kalah oleh minimarket
minimarket modern seperti Alfamart yang tersebar dimana mana. Rata rata
koperasi tersebut kalah dalam segi harga, karena dalam hal pembelian barang,
Alfamart punya kelebihan. Alfamart membeli barang dagangan untuk beratus ratus
toko sehingga harga beli lebih murah karena barang yang dibeli banyak. Nah
sedangkan koperasi yang ”single fighter” pasti akan kalah karena membeli barang
sedikit pasti rabatnya pun sedikit, coba bila semua koperasi swalayan bersatu
seIndonesia dan melakukan Joint Buying pasti harganya lebih murah karena barang
yg dibeli secara bersama sama akan lebih banyak. Berbeda sekali dengan
diluarnegeri misal di Kanada ada koperasi yang keanggotanya terbuka untuk semua
orang dan bergerak diberbagai bidang, bahkan saking solidnya koperasi ini masuk
jajaran koperasi ternama di kanada (www.otter.coop), selain itu koperasi
sekundernya pun mampu mempererat kerjasama antar koperasi sehingga daya tawar
koperasi jadi lebih tinggi bahkan setara MNC .
Penetapan tujuan yang kurang jelas
6
Penetapan tujuan yang kurang jelas
Tujuan
pada umunya digunakan untuk memberikan arahan sebagai pedoman tindakan, alokasi
sumberdaya baik sarana fisik, manusia maupun dana. Dulfer (1984), Hanel (1984),
dan Gupta (1985) menyatakan bahwa perumusan tujuan koperasi seringkali tidak
mudah seperti perusahaan kapitalistik dengan shareholders, karena melibatkan
berbagai pihak yang memiliki berbagai kepentingan. Ketidakseimbangan dalam
mengakomodasi secara proporsional seringkali menjadi sumber konflik yang
membuat organisasi koperasi dalam perjalanannya tidak stabil. Dulfer (1984) dan
Gupta (1985) menyatakan bahwa model koperasi tradisional dan
koperasi
terpadu yang dalam proses perumusan tujuannya selalu berorientasi pada anggota
akan lebih mampu bertahan dan berkembang dibandingkan dengan koperasi tipe
pedagang yang dalam proses perencanaannya cenderung didominansi oleh kelompok
vested interest (Petani kaya, Pengurus dan atau pihak pemodal kuat).
7
belum memiliki rencana strategis jangka panjang
Sebagian besar koperasi di Indonesia belum memiliki rencana strategis jangka panjang yang berisikan visi, sebagai arahan misi, tujuan dan strategi koperasi serta memudahkan pengembangan rencana program pada setiap bidang fungsional atau unit usaha koperasi. Menurut teori manajemen modern, koperasi yang masih berorientasi jangka pendek mungkin cocok pada situasi lingkungan bisnis yang stabil, tetapi akan segera tergusur pada situasi lingkungan bisnis yang berubah cepat. pemahaman konseptual manajerial baik pengurus maupun manajer koperasi tidak secara otomatis diikuti oleh komitmen yang tinggi untuk meningkatkan kinerja manajerialnya di koperasi. Dengan kata lain pihak manajemen koperasi memiliki pemahaman dan kemampuan manajerial tetapi belum tergerak mengimplementasikannya untuk mencapai kemajuan koperasi. Diduga disebabkan oleh beberapa faktor seperti insentif, motivasi berprestasi atau adanya konflik kepentingan antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent). Penelitian Untung Wahyudi (2007) yang mengacu pada agency theory (anggota koperasi adalah principal dan pengurus adalah agent), tugas pengurus adalah memaksimalkan atau meningkatkan kekayaan anggota. Hal ini diduga sulit diwujudkan di koperasi karena berdasarkan pengamatannya, kebanyakan pengurus koperasi bukan berasal dari kalangan profesional dalam bisnis koperasi. Konsekwensinya, konflik kepentingan seringkali muncul kepermukaan. Dalam beberapa kasus baik pengurus maupun manajer yang diangkat oleh koperasi memiliki usaha/bisnis yang bersaing dengan bisnis koperasi. Beberapa literatur koperasi menyebut kelompok ini sebagai kelompok vested interest yang memanfaatkan fasilitas dan jaringan bisnis koperasi untuk kepentingan bisnis pribadi. Hasilnya bisnis kelompok vested interest makin berkembang sedangkan bisnis koperasi jalan di tempat. Kondisi ini banyak ditemui pada saat dukungan kebijakan pemerintah melalui usaha program cukup dominan.
http://rositaajjah.wordpress.com/2011/10/30/mengapa-koperasi-di-indonesia-sulit-berkembang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar