BAB 9
PENGERTIAN KONSUMEN
Konsumen yaitu beberapa orang yang menjadi pembeli
atau pelanggan yang membutuhkan barang untuk mereka gunakan atau mereka
konsumsi sebagai kebutuhan hidupnya.
Pembangunan dan perkembangan
perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan
nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat
dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdaganan bebas yang didukung oleh
kemajuan teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas ruang gerak
arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara,
sehingga barang dan/atau jasa yang, ditawarkan bervariasi baik produksi luar
negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak
mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau
jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan
untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan
keinginan dan kemampuan konsumen.
ASAS DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Upaya perlindungan konsumen di
tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bias
memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis. Dengan adanya
asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan
yang benar-benar kuat.
A.
Asas perlindungan konsumen
Berdasarkan UU Perlindungan
Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen.
· Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk
mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen
harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau
usaha secara keseluruhan.
· Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
· Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen,
pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
· Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
· Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum
dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta
Negara menjamin kepastian hukum.
B. Tujuan
perlindungan konsumen
Dalam UU
Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen
adalah sebagai berikut.
· Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
· mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
· Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya
sebagai konsumen.
· Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
· Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
· Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
Sebagai pemakai barang/jasa,
konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak
konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis
dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil
terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian
bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia
tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar
oleh pelaku usaha.
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4,
hak-hak konsumen sebagai berikut :
· Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
· Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
· Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang/jasa.
· Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
· Hak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
· Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
· Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskrimainatif.
· Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika
barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.
· Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Disamping hak-hak dalam pasal 4
juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur
tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam
hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak
yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif
persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan
bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang
dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”.
Di Indonesia persaingan curang
ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian
jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya
hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala
sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi
konsumen, bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya.
B. Kewajiban
Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan
Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
• Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
• Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
•
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
•
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
SUMBER :
http://pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=sanksi
http://www.kantorhukum-lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=33
http://www.turnudy.com
BAB 10
Pengertian
Antimonopoli dan Persaingan Tidak Sehat
“Antitrust”
untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah
“dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti
istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu
“kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah
“monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling
dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan
suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak
tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku
pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa
mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran
pasar.
Pengertian
Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999
tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang
Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat
(1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek
monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih
pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang
dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak
sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Anti Monopoli.
Asas
dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku
usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang
(UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan
untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang
cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari
UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan
konsumen.
Kegiatan
yang dilarang dalan antimonopoli
Kegiatan
yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah
keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam
kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan,
serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa
tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi,
sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam
dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli
dan Persaingan Usaha
Jika
dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan
secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang
tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih
pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain
dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih
menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai
perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini
sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam
pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian
dalam anggapan” tersebut.
Sebagai
perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya
perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan
conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian”
kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori
kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli .
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam
bentuk sebgai berikut :
1.
Oligopoli
2.
Penetapan harga
3.
Pembagian wilayah
4.
Pemboikotan
5. Kartel
6.
Trust
7.
Oligopsonih
8.
Integrasi vertikal
9.
Perjanjian tertutup
10.
Perjanjian dengan pihak luar neger
Hal-hal
yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal
yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1.
Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan
pasar,
yang terdiri dari :
Oligopoli
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan
produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau
seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
Penetapan Harga.
Dalam rangka penetralisir pasar, pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian,antara lain :
perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar
oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang sama.
Perjanjian yang mengakibatkan pembeli
harus membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli
lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
Perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar.
Perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau
memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah
dari pada harga yang telah diperjanjikan
Pembagian Wilayah
Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk
membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha
lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan dalam negeri maupun
pasar luar negeri.
Kartel
Pelaku usaha dilaarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha persaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan
mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan
anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa.
Oligopsoni
pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain dengan tujuan untuk secara bersama-sama
menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas
barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan.
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap
secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan, apabila dua
atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 %
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah
produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu
yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolahan atau proses
lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
Perjanjian Tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima
barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan
atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan dan dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2.
Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
Monopoli
Monopoli adalah situasi pengadaan barang
dagangan tertentu (di pasar lokal atau
nasional) sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai
oleh satu orang atau satu kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan.
Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak
seimbang, yang dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada
seorang pembeli.
Penguasaan Pasar
Penguasaan pasar adalah proses, cara, atau
perbuatan menguasai pasar. Dengan demikian pelaku usaha dilarang melakukan
penguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama pelaku usaha
lainnya yang mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Persengkongkolan
Persekongkolan adalah berkomplot atau
bersepakat melakukan kejahatan (kecurangan).
3.
Posisi dominan, yang meliputi :
Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang
atau jasa yang bersaing
Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
Jabatan rangkap
Pemilikan saham
Merger, akuisisi, konsolidasi
Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia
yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU
menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut :
Perjanjian
yang dilarang , yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara
bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang
dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian
tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust
(persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan
persaingan usaha tidak sehat.
Kegiatan
yang dilarang , yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui
pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Posisi
dominan , pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya
untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis
pelaku usaha lain.
Dalam
pembuktian , KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar
membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain
mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan
KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat :
Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi
produsen sebagai price taker
Keragaman produk dan harga dapat memudahkan
konsumen menentukan pilihan
Efisiensi alokasi sumber daya alam
Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga
tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena
produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
Menjadikan harga barang dan jasa ideal,
secara kualitas maupun biaya produksi
Membuka pasar sehingga kesempatan bagi
pelaku usaha menjadi lebih banyak
Menciptakan inovasi dalam perusahaan
Praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (UU no.5 Tahun 1999 tentang anti
monopoli)
Praktek
monopoli adalah pemusatan kekuatan
ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Persaingan
usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Kegiatan
yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2
Posisi
dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang
berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai,
atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau
permintaan barang atau jasa tertentu.
Menurut
pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
Jadi,
sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam
dikuasai oleh negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
Perjanjian
yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan
– Penggabungan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri
dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan
pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum
kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan
Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
– Peleburan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri
dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh
aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan
Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
– Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau
sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan
beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut.
Sanksi
Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi adalah dapat berupa
penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah
kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan
atas penggabungan , peleburan dan pengambilalihan badan usaha, penetapan
pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah
atau setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.
Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan
Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah
dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian
dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, melakukan monopsoni, penguasaan
pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan dikenakan denda minimal dua piluh lima miliar rupiah dan
setinggi-tingginya seratus miliar rupiah, sedangkan untuk pelanggaran penetapan
harga, perjanjian tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan
rangkap dikenakan denda minimal lima miliar rupiah dan maksimal dua puluh lima
miliar rupiah.
Sementara
itu, bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan pelanggaran berat dapat
dikenakan pidana tambahan sesuai dengan pasal 10 KUH Pidana berupa :
-Pencabutan izin usaha
larangan kepada pelaku usaha yang telah
terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki
jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya
lima tahun,
penghentian kegiatan atau tindakan tertentu
yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
IV.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa asas-asas hukum yang mendasari beberapa Putusan KPPU terpilih
tersebut meliputi asas-asas hukum berikut :
Asas
anti pemilikan saham pada dua atau lebih perusahaan pada pasar yang sama oleh
satu pihak saja; Asas anti kartel (larangan terhadap perjanjian penetapan harga
antara dua atau lebih pelaku usaha yang menyebabkan persaingan usaha tidak
sehat); Asas anti diskriminasi (perlakuan yang sama dalam konteks hal-hal yang
memang sifatnya sama); Asas kompetisi yang fair; Asas larangan penguasaan dan
atau pemasaran secara monopoli dan penggunaan posisi dominan untuk menghalangi
konsumen memperoleh barang dan/atau jasa yang bersaing di pasaran.
V.
Sumber
-
kerthawicaksana_vol18_No1_201201_ISSN0853-6422_Art-122.pdf
(http://ejournal.warmadewa.ac.id/wp-content/uploads/2012/04/kerthawicaksana_vol18_No1_201201_ISSN0853-6422_Art-122.pdf
)
-
http://amalmey.files.wordpress.com/2011/10/bab-viii.doc
PENYESELAIAN
SENGKETA EKONOMI
PENEGERTIAN
SENGKETA
Sengketa
adalah suatu perselisihan atau pertengkaran yang terjadi dalam suatu
mengembangkan usaha . atau sesuatu yang menyebabakan perbedaan pendapat yang
dapat menimbulkan pertengakaran baik kecil maupun besar. Contohnya
memperebutkan sesuatu seperti tanah warisan atau lain sebagainya.
CARA-CARA
PENYELESAIAN SENGKETA
Usaha
manusia untuk meminta maaf atas pertikaian atau konflik dalam mencapai
kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling
menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk
akomodasi antara lain genjatan sejata , arbtrasi, mediasi, konsialisasi, staletmete.
NEGOISASI
Negosiasi
adalah cara penyelesaian sengketa dengan perjanjian antara kedua belah pihak
dimana pihak yang satu mempunyai perjanjian untuk kompromi melakukan suatu
kepentingannya dengan cara yang baik
MEDIASI
Mediasi
adalah penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan
keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan
antara Indonesia dengan Belanda.
ARBITRASE
Suatu
perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan
keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti
ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat,
bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka
pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
PERBANDINGAN
ANTARA PERUNDINGAN ARBITRASE DAN LIGITASI
Perbandingan
antara perundingan arbitrase dengan ligitasi antara lain
Arbitrase
adalah
Suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang
memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak.
Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam
masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih
maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
Litigasi
adalah
sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi
dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim.
Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi
yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan
dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi
pihak yang kalah.
sumber
:
http://fahran77.wordpress.com/2011/03/31/perbandingan-antara-perundigan-arbitrase-dan-litigasi/
http://id.wikipedia.org/wiki/penyelesaiankonflik